Kantor Desa Lampuara Disegel, Kades Ungkap Kronologi Kejadian
LUWU, INDEKSMEDIA – Kepala Desa Lampuara, Kecamatan Ponrang Selatan, Kabupaten Luwu, mengungkapkan kronologi penyegelan kantor desa oleh sekelompok warga yang menyampaikan berbagai tuntutan. Aksi tersebut berawal dari kedatangan enam orang ke kantor desa dengan membawa surat somasi yang tidak ditandatangani oleh koordinator lapangan (Korlap).
Saat dikonfirmasi pada Kamis (30/1/2025), Kades Lampuara, Adam Nasrum, mengatakan bahwa dirinya, menolak menandatangani surat karena dalam surat tersebut pihak keberatan tidak bertanda tangan. Hal ini kemudian berujung pada aksi unjuk rasa yang digelar di depan kantor desa hingga dilakukannya penyegelan kantor Desa, pada Senin (24/12/2024) yang lalu.
“Saya sudah menanyakan siapa sebenarnya yang mengeluhkan pelayanan desa, tetapi tidak ada jawaban yang jelas. Senin berikutnya, mereka datang lagi dengan membawa lebih banyak orang, termasuk anak di bawah umur. Saat itu, mereka mengamuk, namun saya memilih tetap berada di dalam hingga ada petugas keamanan,” ujar Kepala Desa Lampuara.
Menurutnya, massa menyampaikan berbagai tuntutan, salah satunya terkait Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Ia mengaku telah menjelaskan bahwa SKTM bisa diurus setelah Pilkada, sebagaimana yang sebelumnya ia sampaikan kepada seorang warga. Selain itu, mereka juga mempersoalkan sertifikat tanah yang hilang, meskipun kepala desa menegaskan bahwa sertifikat tersebut bukan hilang karena dirinya, melainkan oleh anggota perangkat desa.
Tak hanya itu, massa juga mengangkat isu hilangnya tabung gas yang dikaitkan dengan Sekretaris Desa (Sekdes). Kepala desa menegaskan bahwa Sekdes bukanlah penjual tabung gas, sehingga permasalahan tersebut tidak ada kaitannya dengan pemerintah desa. Tuntutan lain yang diajukan adalah kehadiran kepala desa saat ada warga yang meninggal dunia.
“Saya tidak datang karena tidak ada pemberitahuan langsung kepada saya, dan memang tidak ada aturan yang mewajibkan kepala desa untuk hadir,” tegasnya.
Kepala desa menjelaskan bahwa informasi terkait sudah terpampang jelas di baliho kantor desa, namun massa tetap tidak puas dan akhirnya melakukan penyegelan kantor. Akibat penyegelan ini, distribusi beras bansos yang seharusnya disalurkan sejak Desember 2024 menjadi terhambat.
Upaya mediasi telah dilakukan oleh camat di kantor kecamatan, namun belum menemukan titik temu. Bahkan, permasalahan ini telah dibawa ke DPR untuk difasilitasi, tetapi negosiasi tidak membuahkan hasil karena massa meninggalkan ruang pertemuan sambil berteriak-teriak.
“Sampai sekarang, masalah ini belum selesai dan belum ada titik terang,” imbuhnya. (EMA/AR)
Tinggalkan Balasan