Proyek Awak Mas Disorot, MDA Bantah Libatkan Freeport-McMoRan
LUWU, INDEKSMEDIA.ID – PT Masmindo Dwi Area (MDA) membantah kabar yang menyebut adanya kerja sama antara perusahaannya dengan Freeport-McMoRan. Klarifikasi tersebut disampaikan menyusul beredarnya pemberitaan di sejumlah media.
“MDA tidak memiliki hubungan kerja sama atau rencana kerja sama dengan Freeport-McMoRan dalam bentuk apa pun,” tegas pihak perusahaan dalam siaran pers yang diterima, Senin (21/4/2025).
Perusahaan juga menekankan bahwa MDA merupakan entitas nasional yang tidak memiliki afiliasi dengan perusahaan asing.
“MDA adalah perusahaan nasional dengan seluruh sahamnya dimiliki oleh korporasi Indonesia, yakni PT Indika Energy Tbk,” lanjut keterangan resmi tersebut.
Terkait pengembangan proyek tambang emas Awak Mas di Kabupaten Luwu, MDA menyebut menggandeng dua mitra utama yang berasal dari dalam negeri.
“Dalam pengembangan proyek Awak Mas, MDA menggandeng dua rekanan utama, yakni PT Petrosea Tbk dan PT Macmahon Indonesia,” jelas MDA.
Selain itu, sejumlah perusahaan lokal turut dilibatkan dalam operasional proyek melalui skema kemitraan di berbagai bidang usaha.
“Beberapa mitra lokal tersebut antara lain PT Puma Jaya Utama, PT Alonzo Trimulya, PT Piranti Jagad Raya, PT Oumar Dwi Selaras, CV Belia Persada, PT Belopa Trans Utama dan lainnya, yang diberdayakan melalui skema kemitraan dalam berbagai bidang usaha,” ungkap perusahaan.
Mustafa Ibrahim, Kepala Teknik Tambang MDA, menegaskan bahwa proyek Awak Mas dikelola sepenuhnya oleh MDA bersama mitra nasional dan lokal.
“Pengelolaan Proyek Awak Mas dilakukan sepenuhnya oleh MDA, mitra nasional dan daerah,” ujarnya.
Ia menegaskan komitmen perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional yang bertanggung jawab. Ia menyatakan bahwa seluruh proses di proyek Awak Mas dilakukan dengan mengedepankan prinsip keberlanjutan, keselamatan kerja, serta pemberdayaan masyarakat lokal.
“Kami berkomitmen untuk menjalankan seluruh kegiatan operasional dengan mengedepankan prinsip keberlanjutan, keselamatan, serta pemberdayaan masyarakat lokal, dengan memastikan seluruh proses berjalan sesuai regulasi di industri pertambangan,” tegas Mustafa.
Dalam praktiknya, MDA mengaku telah aktif melibatkan masyarakat lokal sejak tahap awal proyek, bahkan sebelum tahap produksi dimulai. Sejak awal pelaksanaan proyek Awak Mas, PT Masmindo Dwi Area (MDA) telah menunjukkan komitmennya dalam melibatkan masyarakat lokal.
“Sejak tahap awal proyek, MDA aktif melibatkan masyarakat lokal, tidak hanya melalui kemitraan usaha tetapi juga melalui program pemberdayaan masyarakat, termasuk pembentukan koperasi, pelatihan, dan dukungan terhadap pengembangan ekonomi desa,” jelasnya.
Ia juga menegaskan akan terus mengawal serta meminimalkan dampak negatif dari aktivitas penambangan, dengan memastikan seluruh operasional dijalankan sesuai prinsip pertambangan berkelanjutan dan taat pada regulasi nasional
“PT Masmindo Dwi Area akan selalu berusaha mengawal dan meminimalisasi dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan penambangan, dengan memastikan seluruh kegiatan dijalankan berdasarkan prinsip pertambangan berkelanjutan, dan kepatuhan penuh terhadap regulasi yang berlaku di Indonesia,” tandasnya.
Sebelumnya, PT Masmindo Dwi Area sempat dikaitkan dengan dugaan rencana kerja sama bersama Freeport-McMoRan Copper untuk menggarap proyek tambang emas berskala besar di wilayah Luwu, Sulawesi Selatan. Kabar tersebut menuai perhatian serius dari Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, terutama karena metode yang disebut akan digunakan adalah sistem tambang terbuka (open pit).
Gubernur menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak lingkungan dan ketimpangan sosial yang dapat ditimbulkan oleh proyek tersebut. Ia bahkan membandingkannya dengan tambang Freeport di Timika, Papua, yang dikenal membentuk kubangan raksasa.
“Kita akan menyurati Bapak Presiden untuk meminta evaluasi ulang atas izin tambang di Luwu. Pertama terkait siapa yang mengelola dan bagaimana metode pengelolaannya,” ujar Andi Sudirman dalam keterangannya, Senin (14/4/2025).
Menurutnya, penggunaan metode tambang terbuka bukan hanya berpotensi merusak lingkungan, tetapi juga bertentangan dengan visi Presiden dalam mendorong kemandirian ekonomi lokal.
“Ini menyangkut masa depan lingkungan apalagi jika metode Open Pit dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini juga tidak sesuai arahan Bapak Presiden terkait kekayaan alam lokal wajib dikelola oleh pengusaha lokal bukan perusahaan Jakarta apalagi asing,” tegasnya.
Andi juga menyinggung persoalan banjir yang kerap melanda sejumlah wilayah di Luwu. Ia menilai pembukaan lahan yang masif, baik secara legal maupun ilegal, turut memperparah kerusakan lingkungan dan berdampak langsung pada masyarakat kecil di wilayah rawan bencana.
“Pembangunan yang mengabaikan moral dalam pengelolaan serta daya dukung lingkungan akan selalu dibayar mahal oleh masyarakat kecil. Karena itu, kita harus bicara, kita harus minta Bapak Presiden mempertimbangkan ulang,” katanya.
Meski kewenangan perizinan tambang berada di tangan pemerintah pusat, Andi merasa berkewajiban menyuarakan keresahan masyarakat Sulsel terhadap potensi risiko jangka panjang dari aktivitas pertambangan berskala besar.
“Jangan sampai Luwu mengalami hal yang sama. Sekarang saja sudah jadi langganan banjir sampai hari ini. Pengelolaan dari luar akan menimbulkan ketimpangan serta kurang berpikir terkait keselamatan lokal apalagi kesejahteraan warga. Dua kali kena kita,” tuturnya.
Ia menyoroti pentingnya penguasaan sumber daya alam oleh pelaku usaha lokal demi pemerataan manfaat ekonomi dan keberpihakan pada masyarakat setempat.
“Ini tidak sesuai dengan arahan Presiden yang ingin agar pengelolaan kekayaan alam dikuasai oleh perusahaan lokal bukan Jakarta apalagi luar,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan