Dosen LGBT UIN Palopo, Alumni FTIK: Mengecam Esensi Akademik, Pendidikan dan Ajaran Islam
PALOPO,INDEKSMEDIA.ID – Dugaan L*sb*an, Gay, Biseksual, dan Transgender” (LGBT) yang heboh diperbincangkan di lingkup Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Palopo, membuat alumni Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Palopo, Wirayouda angkat bicara.
Youda mengatakan, isu LGBT di UIN Palopo telah mengundang perhatian publik dan memicu protes dari mahasiswa.
Hal itu tentu memberikan kecaman terhadap esensi akademik, pendidikan dan ajaran Islam.
Dalam sebuah institusi pendidikan tinggi berbasis Islam seperti UIN, isu tersebut tidak bisa dipandang enteng.
“Dosen bukan hanya pengajar ilmu, tetapi juga figur moral dan panutan bagi mahasiswa. Ketika muncul dugaan bahwa seorang dosen terlibat dalam perilaku menyimpang secara seksual dan etis, apalagi sampai dikaitkan dengan orientasi LGBT dan dugaan pelecehan terhadap mahasiswa, maka yang terancam bukan hanya kenyamanan akademik, melainkan juga marwah institusi itu sendiri,” kata Youda menanggapi isu berkembang soal LGBT di UIN Palopo, Selasa (30/09/2025).
Sebagaimana dilaporkan media, lanjut Youda seorang dosen di UIN Palopo diduga telah mengirimkan gambar tidak senonoh kepada mahasiswa melalui aplikasi WhatsApp.
Meskipun belum ada laporan resmi yang masuk ke Satgas Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), namun yang perlu dicatat kasus ini sudah menjadi konsumsi publik,” jelasnya.
Menurutnya, responnya mahasiswa dengan menyebarkan poster protes di lingkungan kampus, menuntut agar oknum dosen tersebut ditindak tegas dan diproses secara adil merupakan hal yang wajar.
Apalagi, lanjut dia Rektorat pun telah menyatakan akan menunggu laporan resmi agar bisa mengambil langkah sesuai prosedur.
Namun, diamnya sistem kampus hingga saat ini juga menjadi sorotan. Ketika kasus-kasus seperti ini tidak segera ditindak, muncul pertanyaan besar tentang keberpihakan institusi kepada siapa kampus berpihak? Korban, atau pelaku?.
“Kan begitu,” imbuhnya.
Sebagai institusi keagamaan, masih kata dia UIN Palopo memiliki beban moral ganda.
Tidak hanya bertanggung jawab pada ranah akademik, tetapi juga pada prinsip-prinsip Islam yang menjadi fondasi utama pendiriannya.
Kampus seharusnya menjadi tempat aman, tempat suci intelektual, tempat pembentukan karakter dan akhlak.
Ketika perilaku amoral terjadi dalam lingkaran dosen, maka seluruh sistem nilai kampus ikut dipertaruhkan.
Apalagi jika pelaku tidak segera dikenai sanksi yang jelas, terbuka, dan tegas.
Dalam konteks kampus Islam, tindakan seperti ini bukan hanya pelanggaran terhadap etika profesi, tetapi juga bentuk pelecehan terhadap ajaran agama.
“Tentu kita harus berhati-hati dalam mengaitkan antara LGBT dan pelecehan seksual. Keduanya merupakan isu berbeda. Pelecehan adalah tindakan kriminal yang merugikan korban secara langsung. Sedangkan orientasi seksual, meskipun bisa menjadi bagian dari diskursus etika dan moral dalam konteks Islam, tidak serta-merta identik dengan tindakan kejahatan,” terangnya.
Namun dalam kasus ini, tambah Youda yang menjadi masalah utama bukan identitas pelaku, melainkan tindakan eksplisit yang menimbulkan ketidaknyamanan dan bahkan trauma bagi korban.
Ketika perilaku ini muncul dari seorang dosen, yang seharusnya menjadi pelindung dan pembimbing mahasiswa, maka situasinya menjadi sangat serius.
UIN Palopo harus menunjukkan keberpihakan yang jelas pada nilai-nilai Islam, perlindungan terhadap korban, dan penghormatan terhadap moralitas akademik.
Tidak cukup hanya menunggu laporan resmi, namun kampus juga harus aktif membuka ruang aman bagi korban untuk melapor, tanpa tekanan atau rasa takut.
Investigasi independen dan sanksi yang transparan adalah kunci untuk mengembalikan kepercayaan mahasiswa dan masyarakat terhadap institusi.
Lebih dari itu, penting juga untuk memperkuat pendidikan etika dan akhlak di lingkungan kampus, bukan hanya sebagai teori di ruang kelas, tetapi sebagai budaya yang benar-benar dijalankan oleh seluruh civitas akademika.
Jika kampus membiarkan kasus seperti ini berlalu begitu saja, maka yang runtuh bukan hanya reputasi satu orang dosen melainkan wibawa institusi, nilai-nilai agama yang diajarkan, dan kepercayaan publik yang selama ini menganggap UIN sebagai benteng moral di dunia pendidikan akan runtuh seketika.
“Maka dari itu, langkah cepat, adil, dan tegas adalah satu-satunya pilihan yang bisa menyelamatkan UIN Palopo dari krisis integritas yang lebih besar,” Pungkasnya.(Chia)
Tinggalkan Balasan