Kasus Dua Guru di Luwu Utara, Faisal Tanjung Minta Publik Lihat Akar Masalahnya

Gie

LUWU UTARA, INDEKSMEDIA.ID – Aktivis LSM Luwu Utara, Faisal Tanjung, angkat bicara terkait polemik kasus pungutan komite di SMA Negeri 1 Luwu Utara yang menyeret dua orang guru hingga dijatuhi putusan pidana sebelum akhirnya mendapatkan rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto. Faisal merupakan pihak yang pertama kali melaporkan dugaan tindak pidana tersebut ke aparat penegak hukum.

Namun setelah polemik semakin melebar, Faisal menilai perdebatan di publik terlalu menyederhanakan masalah. Menurutnya, kasus ini seharusnya menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak, terutama karena persoalan sebenarnya jauh lebih kompleks dibandingkan framing “pungutan Rp20 ribu” yang selama ini beredar.

“Kasus ini tidak sesederhana yang muncul di permukaan. Dua guru itu memang dijerat hukum, tetapi ada konteks besar yang sama sekali tidak disorot,” kata Faisal, Rabu (19/11/2025).

Ia mengungkapkan banyak media dan warganet hanya fokus pada pungutan, tetapi tidak mempertanyakan alasan dan kondisi lapangan yang melatarbelakanginya. Padahal, kata Faisal, akar persoalan justru berada pada kesejahteraan tenaga honorer yang diabaikan.

“Pertanyaan yang tidak pernah ditanyakan media maupun netizen adalah: apakah pungutan tersebut benar-benar dilakukan untuk membantu guru honorer? Ini penting, karena konteks sosial sering hilang dalam pemberitaan,” ujarnya.

Faisal mengatakan, informasi mengenai guru honorer yang tidak menerima gaji selama berbulan-bulan harusnya menjadi alarm serius bagi pemerintah dan masyarakat. Bila benar demikian, kata dia, maka persoalan kesejahteraan tenaga pendidik jauh lebih darurat dibanding isu pungutan.

“Jika memang guru honorer itu tidak digaji 10 bulan, maka situasinya sangat memprihatinkan. Bagaimana mungkin tenaga pendidik dibiarkan bekerja tanpa upah selama itu?” tuturnya.

Ia menekankan bahwa problem ini tidak boleh hanya dilihat dari sisi pidananya saja. Penegakan hukum penting, tetapi kondisi lapangan yang memicu tindakan tersebut juga harus dibedah dengan jujur.

“Ini bukan pembenaran atas pungutan. Tapi publik punya hak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jangan sampai ada guru dibebani tanggung jawab besar namun ditinggalkan sendirian tanpa gaji,” jelasnya.

Faisal menambahkan, kasus ini semestinya memicu evaluasi menyeluruh terhadap sistem penggajian honorer, peran komite sekolah, dan tata kelola pendidikan di daerah. Ia menilai simpang-siur informasi justru menunjukkan lemahnya transparansi dalam pengelolaan pendidikan.

“Saya berharap kasus ini jadi pelajaran bersama. Ada hal-hal yang perlu kita luruskan agar dunia pendidikan tidak terus memikul persoalan serupa,” imbuhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Maaf Untuk Copy Berita Silahkan Hubungi Redaksi Kami!