Terungkap Fakta Pungutan Dana Komite yang Menjerat Kepsek dan Guru SMA di Luwu Utara

Gie

LUWU UTARA, INDEKSMEDIA.ID – Mahkamah Agung (MA) mengungkap secara rinci fakta-fakta hukum yang membuat seorang Kepala SMA di Luwu Utara dinyatakan bersalah dalam perkara pungutan komite sekolah. Putusan ini menjadi dasar hukum yang menetapkan dirinya sebagai terpidana sebelum kemudian mendapatkan rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto.

Dalam putusan kasasi tersebut, MA menilai pengadilan sebelumnya keliru karena membebaskan terdakwa. Majelis menegaskan bahwa hakim tingkat sebelumnya gagal menerapkan hukum secara tepat meski fakta persidangan menunjukkan adanya unsur penyalahgunaan kewenangan.

“Putusan judex facti tidak menerapkan pertimbangan hukum sebagaimana mestinya, karena menyatakan perbuatan Terdakwa bukan merupakan tindak pidana dan melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum,” ujarnya dalam putusan seperti yang dilihat Indeksmedia.id, Kamis (20/11/2025).

MA kemudian merinci kronologi terdakwa bersama wakil kepala sekolah melakukan pungutan terhadap orang tua atau wali murid untuk berbagai keperluan yang seharusnya tidak dibebankan kepada siswa. Tindakan tersebut dianggap melampaui ketentuan komite sekolah. Dalam dokumen itu tertulis,

“Terdakwa merupakan guru dan Kepala SMA Negeri I Luwu Utara, telah memungut uang Komite Sekolah dari para orang tua atau wali murid untuk membayar guru honorer, tunjangan wali kelas, THR, tunjangan cleaning service, tunjangan tugas tambahan dan lain-lain,” katanya.

Majelis hakim juga menyoroti adanya tekanan kepada siswa agar membayar pungutan tersebut. Tekanan itu berupa ancaman administratif yang bisa merugikan siswa secara langsung, terutama dalam proses akademik.

“Apabila siswa tidak membayar iuran Komite Sekolah maka kepada siswa tidak diberikan kartu mengikuti ujian semester,” ungkapnya.

Selain itu, MA kembali menegaskan aturan resmi yang mengatur peran komite sekolah. Aturan tersebut secara tegas melarang komite melakukan pungutan dalam bentuk apa pun, terlebih jika pengurusnya berasal dari unsur pendidik. Dalam pertimbangan disebutkan,

“Anggota Komite Sekolah tidak boleh berasal dari unsur pendidik atau tenaga kependidikan, serta penggalangan dana hanya dibolehkan dalam bentuk sumbangan, bukan berbentuk pungutan,” tuturnya.

Majelis kemudian mengulas fakta bahwa pungutan tersebut menghasilkan dana yang sangat besar sepanjang tahun 2018 hingga 2021. Dana itu dihimpun dari orang tua murid tanpa dasar hukum yang sah. Dalam berkas putusan dijelaskan,

“Berhasil dikumpul uang Komite Sekolah sebesar Rp770.808.000,00,” jelasnya.

Tidak hanya berhenti di situ, MA juga menemukan adanya aliran dana kepada terdakwa dan saksi, yang memperkuat unsur penyalahgunaan kewenangan dalam kasus ini. Dalam putusan tertulis,

“Ternyata Terdakwa dan saksi Drs. Abdul Muis Muharram juga memperoleh bagian sebesar Rp11.100.000,00,” imbuhnya.

Dengan terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diuraikan dalam pertimbangan majelis, MA menegaskan bahwa terdakwa terbukti melanggar ketentuan UU Tipikor. Pada bagian akhir putusan, MA menuliskan,

“Perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Maaf Untuk Copy Berita Silahkan Hubungi Redaksi Kami!