Buntut Dua Guru Dipecat, PGRI Lutra Tegaskan Aksi Demo Bukan Pembangkangan Hukum

Gie

LUWU UTARA, INDEKSMEDIA.ID – Salah satu anggota Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Luwu Utara, Shinta Nola Ali Khamenei, memberikan penjelasan terbuka melalui akun Facebook miliknya. Ia menyampaikan klarifikasi itu untuk menghindari kesalahpahaman publik atas aksi solidaritas yang dilakukan para guru beberapa waktu lalu.

“Aksi yang kami lakukan ini bukanlah aksi pembangkangan melawan hukum, melainkan bentuk dukungan kami kepada rekan seprofesi yang terjerat hukum terkait iuran komite,” tulis Shinta dalam akun Facebook-nya seperti dilihat pada Sabtu (8/11/2025).

Shinta menegaskan bahwa aksi tersebut murni didasari rasa kebersamaan dan empati antarsesama guru. Ia menyebut bahwa ketika ada anggota profesi yang mengalami kesulitan, sudah sepatutnya rekan-rekan lain menunjukkan dukungan moral, sebagaimana nilai yang dijunjung tinggi dalam organisasi profesi.

“Ketika ada anggota yang mendapat musibah, tentu sebagai rekan seprofesi akan menunjukkan dukungan serta empati, seperti itu pula halnya di PGRI,” ungkapnya.

Lebih jauh, Shinta memaparkan duduk perkara yang menimpa dua guru tersebut. Ia menjelaskan bahwa kedua rekan seprofesi itu, yakni Drs. Rasnal, M.Pd. dan Drs. Abd. Muis, sebelumnya bertugas di UPT SMAN 1 Luwu Utara. Mereka diberhentikan tidak dengan hormat karena pemberlakuan iuran komite di sekolah, padahal kebijakan itu dilakukan untuk membantu tenaga honorer yang belum terakomodir secara administrasi.

“Sebenarnya pemberlakuan iuran komite ini adalah upaya membantu tenaga honorer yang belum terakomodir di Dapodik sehingga tidak bisa digaji menggunakan Dana BOS,” ungkapnya.

Dalam keterangannya, Shinta juga menegaskan bahwa iuran tersebut tidak diputuskan sepihak oleh pihak sekolah. Ia menjelaskan bahwa sebelum diberlakukan, pihak sekolah telah menggelar pertemuan resmi dengan orang tua siswa untuk membicarakan kebutuhan sekolah, dan justru dari pertemuan itu muncul kesepakatan bersama mengenai nominal iuran.

“Orang tua siswa mengusulkan iuran komite Rp20.000 per bulan dan disetujui oleh semua yang hadir saat itu. Kalau saat itu tidak ada persetujuan, tentu penarikan iuran komite tidak akan pernah dilaksanakan,” jelasnya.

Ia menyesalkan bahwa keputusan yang lahir dari kesepakatan bersama tersebut justru berujung pada sanksi berat bagi dua guru yang bersangkutan. Karena alasan itulah, lanjut Shinta, PGRI merasa perlu menunjukkan solidaritas untuk mendukung moral rekan mereka yang sedang menghadapi cobaan.

“PGRI merasa prihatin dan akhirnya aksi solidaritas itu kami lakukan. Jadi ini bukan pembangkangan, tapi bentuk dukungan dan empati kami kepada rekan kami,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Maaf Untuk Copy Berita Silahkan Hubungi Redaksi Kami!