DP3A Luwu Tangani 17 Kasus Hingga Pertengahan 2025, Didominasi Kekerasan Pada Anak

Kepala DP3A Luwu, Sitti Hidayah Made (Foto: Nurema Kasim).

LUWU, INDEKSMEDIA.ID – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Luwu mencatat sebanyak 17 kasus telah ditanganinya hingga pertengahan tahun 2025. Kasus tersebut didominasi kekerasan kepada anak di bawah umur.

“Laporan yang sudah masuk 17 dengan rincian kekerasan anak itu sudah 14 kasus, kemudian masalah kekerasan pada perempuan 2, perebutan hak asuh anak itu 1, jadi totalnya 17 sudah ditangani oleh DP3A,” kata Kepala DP3A Luwu, Sitti Hidayah Made, Senin (2/6/2025).

Sitti mengatakan, kasus yang masuk hingga pertengahan tahun ini bersumber dari korban yang melaporkan langsung ke DP3A dan aduan ke kepolisian.

“Kasus yang kita tindak lanjuti ke follow up ke polres, itu jelas kami dilibatkan melakukan pendampingan. Kalau di polres ada kasus tidak melapor ke kami, polres juga tetap kerja sama dengan kami untuk melakukan pendampingan karena tugasnya kami disini adalah melakukan pendampingan kepada korban yaitu pertama pendampingan kesehatan, pendampingan psikolog, dan kemudian melakukan tindak lanjut melakukan pendampingan hukum,” ucapnya.

Sitti mengungkapkan, sepanjang tahun 2024 sebanyak 36 kasus diselesaikan oleh DP3A. Sehingga menempatkan Kabupaten Luwu pada urutan ke 17 terkait kasus kekerasan kepada perempuan dan anak di Provinsi Sulawesi Selatan.


Baca Juga: Urutan Kedua di Sulsel, Polisi Ungkap Belasan Kasus Kekerasan Seksual di Luwu


“Dari 24 kabupaten di Sulawesi Selatan, Kabupaten Luwu menempati urutan 17 terkait banyaknya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” sambungnya.

DP3A Bicara Terkait Perbedaan Data Kasus yang Ditanganinya Dengan Polres Luwu

Kepala DP3A tersebut juga menanggapi terkait adanya perbedaan data jumlah laporan kasus DP3A dan kepolisian. Sitti menjelaskan, bahwa hal itu terjadi dikarenakan tidak semua kasus diteruskan ke ranah hukum.

“Yang biasa mendasari itu pertama, biasanya kan ada kasus yang kami tangani, kemudian tidak ditindaklanjuti di polres berarti diselesaikan secara kekeluargaan jadi kami tidak laporkan lagi ke polres,” ujarnya.

Sambungnya, perbedaan data juga bisa terjadi karena tidak semua korab melaporkan kasusnya kepada pihak kepolisian. Dia menyebut, jika korban yang mengadu merasa keberatan dan meminta tindak lanjut hukum,barulah kasus tersebut akan diteruskan ke kepolisian.

“Tetapi jika ada kasus yang merasa yang datang melapor dan merasa keberatan artinya kami tindak lanjuti di polres. Jadi mungkin memang ada perbedaan data antara polres dengan kami, karena biasanya ada kasus yang bisa kami tangani secara kekeluargaan tanpa kita tindaklanjuti ke polres,” jelasnya.

“Misalnya ada kasus yang kita tindak lanjuti ke follow up ke polres, itu jelas kami dilibatkan melakukan pendampingan,” ungkapnya.

Selain itu, Sitti menyebut, bahwa sering pula kasus tidak dilaporkan ke DP3A. Tetapi terlebih dahulu dilaporkan kepada kepolisian.

“Kalau di polres ada kasus tidak melapor ke kami, polres juga tetap kerja sama dengan kami untuk melakukan pendampingan karena tugasnya kami di sini adalah melakukan pendampingan kepada korban yaitu pertama pendampingan kesehatan, pendampingan psikolog, dan kemudian melakukan tindak lanjut melakukan pendampingan hukum,” lanjutnya.

Kepada Indeksmedia.id Sitti menegaskan, bahwa pihak DP3A tetap terus dilibatkan dalam proses apapun yang berkaitan dengan kasus kekerasan kepada perempuan dan anak. Tambahnya, hingga ke tahap persidangan sekalipun.

“Kalaupun sekiranya melakukan pendampingan hukum berarti kami juga akan nanti dilibatkan di pengadilan untuk supaya korban ini mendapatkan keadilan hukum,” jelasnya.


Baca Juga: Oknum Kominfo Luwu Ubah Sepihak Kontrak Kerja Sama Media Gegara Dapat Tekanan LSM


“Kami tentu melakukan pendampingan proses BAP pada korban kalau proses itu berlanjut di polres, melakukan asesmen awal pada korban, kemudian kami melakukan pendampingan pemeriksaan kesehatan, kemudian pendampingan seperti visum, kami mendampingi sampai ke rumah sakit, kemudian melakukan pemeriksaan psikolog dan konseling,” tuturnya.

Sitti menegaskan, DP3A juga seringkali memberikan rekomendasi kepada pihak kepolisian apabila korban pada kasus terebut mengalami trauma serius.

“Kalau memang dirasa bahwa setelah konseling itu menunjukkan gejala dan tingkah laku yang memang perlu penanganan treatment untuk psikolog kami memberikan rekomendasi kepada polres dan polres juga kadang untuk penyelidikannya dan kepentingan untuk persidangan,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Maaf Untuk Copy Berita Silahkan Hubungi Redaksi Kami!