Usai Tuai Polemik, Konten Kreator di Palopo Sampaikan Permintaan Maaf
PALOPO, INDEKSMEDIA.ID – Konten kreator, M. Irfan, yang sempat menuai polemik akibat unggahan promosi kuliner berkonotasi vulgar di Kota Palopo akhirnya menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat. Ia mengaku tidak bermaksud menimbulkan kegaduhan maupun menyinggung nilai budaya dan etika publik.
Dalam klarifikasinya, Irfan mengatakan bahwa penyebutan nama makanan yang dipersoalkan bukanlah ciptaannya secara pribadi. Ia menyebut istilah tersebut telah lebih dulu sering muncul dan berseliweran di media sosial, khususnya di fitur For You Page (FYP), sehingga ia ikut menyebutnya tanpa mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan.
“Sebetulnya rujak La** ini bukan saya yang buat, teman-teman. Nama itu sudah sering bersiliweran di FYP saya, jadi saya juga ikut menyebutnya seperti itu,” ujarnya, dalam video yang diterima, Sabtu (13/12/2025).
Ia juga meluruskan bahwa secara kuliner, makanan yang dimaksud sebenarnya dikenal sebagai rujak ikan atau pacco. Bahkan, di daftar menu resmi Cafe & Resto Triple A, tidak ditemukan nama rujak dengan istilah yang dipersoalkan publik.
“Ini bukan saya yang menamai. Nama aslinya rujak ikan atau pacco. Di menu kami tertulis rujak ikan atau pacco, bukan rujak La**,” jelasnya.
Selain itu, Irfan turut menanggapi polemik terkait penamaan salah satu jenis ikan yang viral. Ia menegaskan bahwa penyebutan nama ikan tersebut merupakan istilah yang lazim digunakan di daerah asalnya, khususnya di wilayah Malangke, Kabupaten Luwu Utara.
“Kalau soal ikan yang lagi viral itu, di kampung kami memang namanya ikan Bomb*. Mungkin di tempat kalian beda, tapi di tempat saya namanya seperti itu. Silakan tanyakan ke orang-orang Malangke, mereka pasti tahu,” katanya
Di akhir pernyataannya, ia menyampaikan penyesalan atas kegaduhan yang terjadi dan mengakui kekeliruannya dalam menyampaikan konten tanpa mempertimbangkan persepsi publik yang lebih luas.
“Sekali lagi saya memohon maaf kepada teman-teman semua karena telah berburuk sangka, membuat kegaduhan, dan mengubah nama makanan ini sehingga menimbulkan polemik,” imbuhnya.
Kendati telah menyampaikan permintaan maaf, respons kritis tetap datang dari kalangan pemerhati budaya. Pemerhati dan Pelaku Budaya Tana Luwu, Sharma Hadeyang, menilai klarifikasi tersebut harus diikuti dengan langkah konkret dan sikap bertanggung jawab terhadap masyarakat adat.
“Permintaan maafmu segera tujukan kepada seluruh masyarakat adat di Tana Luwu dan seluruh videomu segera dihapus jika tidak ingin bermasalah ke depannya,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa kekeliruan dalam berkonten tidak dapat dibenarkan dengan alasan ketidaksengajaan atau sekadar mengikuti tren viral. Menurutnya, konten kreator memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga marwah budaya lokal.
“Semua manusia pasti pernah khilaf, tapi jangan jadikan itu sebagai alasan karena ingin viral,” tandasnya.





Tinggalkan Balasan