Mutasi Pejabat di Luwu Timur Dinilai Putus Tradisi Balas Budi Politik

Gie

LUWU TIMUR, INDEKSMEDIA.ID – Pelantikan pejabat di Kabupaten Luwu Timur yang menempatkan sejumlah ASN non-loyalis ke posisi strategis menyita perhatian publik. Di tengah kultur birokrasi daerah yang kerap mengikuti pola ego politik (pemenang ambil semua), langkah ini dianggap sebagai gejala baru bahwa kompetensi mulai menggeser dominasi loyalitas politik.

Pegiat Media Sosial, Syarifuddin Jalal, mengatakan publik sebenarnya sudah lama jenuh dengan tradisi pergantian pejabat berdasarkan kedekatan politik. Ia menyebut, mayoritas masyarakat ingin melihat birokrasi yang bekerja untuk warga, bukan untuk kelompok tertentu.

“Tindakan ini menunjukkan bahwa kepala daerah mulai berani memisahkan urusan pemerintah dari urusan loyalitas politik. Ini langkah yang jarang terjadi di tingkat kabupaten,” kata Syarifuddin, dilansir dari akun facebook miliknya, Sabtu (15/11/2025).

Ia kemudian menjelaskan bahwa keberanian mengakomodasi pejabat yang sebelumnya berada di kubu politik berbeda bahkan jumlahnya disebut mencapai lebih dari 80 persen merupakan hal yang tidak biasa. Banyak kepala daerah, menurutnya, justru cenderung mencopot atau menggeser figur-figur yang dianggap tidak sejalan.

“Kalau pejabat yang sebelumnya berseberangan tetap diberi ruang, itu artinya Luwu Timur sedang mencoba merombak pola lama. Ini isyarat bahwa kompetensi mulai didahulukan,” ujarnya.

Syarifuddin menuturkan, perubahan macam ini tidak datang tanpa gesekan. Pendukung garis keras yang merasa berhak atas posisi tertentu biasanya menjadi pihak yang paling vokal. Namun ia menilai, gesekan seperti itu justru menjadi prasyarat tumbuhnya meritokrasi.

“Memang akan ada pihak yang merasa tidak puas. Tapi meritokrasi tidak mungkin lahir tanpa membuat beberapa orang tidak nyaman,” lanjutnya.

Ia juga menilai, langkah ini bukan berarti murni tanpa kepentingan politik. Dalam dinamika pemerintahan, motif politik selalu ada. Namun, pergeseran pendekatan tetap harus diapresiasi karena menunjukkan adanya arah baru dalam manajemen ASN.

“Kita tidak menuntut kebijakan yang 100 persen bersih dari politik. Yang kita butuhkan adalah perubahan arah dan itu sudah mulai terlihat,” tegasnya.

Dia mengingatkan bahwa perubahan berbasis meritokrasi hanya akan bertahan jika disiplin evaluasi kinerja benar-benar dijalankan. Tanpa mekanisme yang ketat, kebijakan semacam ini mudah kembali ke pola lama saat tekanan politik menguat.

“Kuncinya ada di konsistensi. Selama jabatan diberikan kepada yang mampu dan evaluasi berjalan jujur, maka pola lama tidak akan kembali,” imbuhnya.

Ia berharap langkah Luwu Timur menjadi contoh yang bisa diikuti daerah lain. Menurutnya, keberanian meninggalkan cara pandang berbasis loyalitas adalah fondasi penting untuk menciptakan birokrasi yang sehat dan melayani.

“Daerah lain tinggal memilih: mau terus sibuk mengurus kesetiaan politik atau mulai berpihak pada kompetensi dan kinerja,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Maaf Untuk Copy Berita Silahkan Hubungi Redaksi Kami!