Unjuk Rasa FPH, “Selamatkan ASN dari Intervensi Penguasa” di Lutra
LUTRA.INDEKSMEDIA.ID – Forum Peduli Hukum Luwu Raya (FPH LUWU RAYA) menggelar aksi damai bertajuk “Selamatkan ASN dari Intervensi Penguasa” di dua titik, yakni Kantor Bupati dan Kantor DPRD Lutra.
Aksi yang digelar Rabu (22/10/2025) tersebut menyoroti dugaan pelanggaran prosedur dalam mutasi, promosi dan demosi ASN di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) Lutra.
Jenderal Lapangan (Jendlap) Reski Aldiansyah menegaskan bahwa gerakan ini bukan bentuk sakit hati politik, melainkan panggilan moral untuk menegakkan hukum dan menjaga marwah birokrasi.
“Dalam dunia politik pemerintahan, promosi, mutasi, dan demosi adalah hal yang wajar. Itu bagian dari dinamika kekuasaan yang melekat pada jabatan seorang kepala daerah. Kami tidak menyoal hal itu. Kami memahami sepenuhnya bahwa Bupati memiliki hak prerogatif dalam menata birokrasi, mengatur posisi, dan menentukan siapa yang dianggap mampu menjalankan visi politiknya,” ujar Reski.
Menurutnya, adalah hal yang lumrah jika seorang bupati mengangkat orang-orang yang telah bekerja, berkeringat, bahkan berjuang untuk memenangkan dirinya dalam kontestasi politik. “Itu bagian dari bumbu kekuasaan yang tak bisa dihindari. Politik selalu memiliki konsekuensi loyalitas,” lanjutnya.
Namun FPH LUWU RAYA menegaskan bahwa kekuasaan bukanlah izin untuk menabrak aturan.
Jabatan bukan pembenaran untuk menginjak martabat ASN dan menjadikan hukum sebagai alat kepentingan politik.
“ASN bukan alat kekuasaan. Mereka bukan pion yang bisa digeser sesuka hati demi memuluskan strategi politik. Mereka adalah pelayan negara, bukan pelayan penguasa. Jangan jadikan mutasi dan demosi sebagai alat balas jasa atau balas dendam. Jangan paksa ASN untuk mengundurkan diri demi kepentingan politik tertentu,” tegas Reski.
Isu yang beredar tentang adanya tekanan terhadap ASN agar menulis surat pengunduran diri dari jabatan juga mendapat kecaman keras dari FPH LUWU RAYA.
Jika benar hal tersebut terjadi, maka tindakan itu bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga telah mencoreng etika birokrasi dan menodai prinsip netralitas ASN yang dijamin oleh undang-undang.
Lebih lanjut, FPH LUWU RAYA menyoroti penggunaan Permendagri Nomor 58 Tahun 2019 sebagai dasar pelaksanaan mutasi ASN di Luwu Utara. Regulasi ini dinilai keliru karena hanya mengatur mekanisme mutasi lintas daerah.
Sementara mutasi dalam satu wilayah seharusnya mengacu pada Peraturan BKN Nomor 5 Tahun 2019, yang secara teknis mengatur bahwa mutasi wajib melalui:
1. Usulan dari ASN atau instansi asal,
2. Verifikasi jabatan dan kesesuaian kompetensi,
3. Pertimbangan teknis (Pertek) dari BKN sebelum penetapan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
“Mutasi yang dilakukan tanpa melalui prosedur tersebut adalah cacat hukum dan mencederai asas netralitas ASN,” ujar Viki, Wakil Jenderal Lapangan FPH LUTRA.
Viki juga menegaskan bahwa demosi ASN tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang. Berdasarkan regulasi, demosi hanya dapat dilakukan karena tiga alasan yang jelas, yakni pelanggaran disiplin, penurunan kinerja, atau pengunduran diri secara sukarela. “Jika tidak didasarkan pada penilaian objektif dan data kinerja yang terukur, maka demosi tersebut bisa dikategorikan sebagai bentuk intervensi politik,” tambahnya.
Aksi damai FPH LUWU RAYA ini diakhiri dengan audiens bersama Ketua DPRD Luwu Utara, dihadiri oleh pihak eksekutif antara lain Kepala BKPSDM, Kepala Inspektorat, dan Kabag Hukum. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa ASN yang dinonjobkan tanpa memenuhi Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) akan dikembalikan ke jabatan semula.
FPH LUWU RAYA menyampaikan empat tuntutan utama:
1. Batalkan mutasi ASN yang tidak sesuai prosedur.
2. Copot pejabat yang menekan ASN untuk mundur.
3. Usut dugaan pungli dalam proses mutasi ASN.
4. Minta DPRD membentuk satgas khusus untuk menyelesaikan konflik internal Pemda.
“Kami tidak turun ke jalan karena benci, tetapi karena kami masih percaya. Pemerintahan yang baik harus berjalan di atas hukum, bukan atas selera kekuasaan,” tegas Reski Aldiansyah menutup orasi.
Sebagai tindak lanjut, FPH LUWU RAYA akan menggelar kembali konsolidasi besar-besaran untuk memastikan janji dan hasil audiens benar-benar direalisasikan oleh pemerintah daerah. Forum ini juga menegaskan akan kembali hadir di depan Kantor Bupati dan DPRD untuk mempertanyakan komitmen dan transparansi penyelesaian kasus ini.
“Kami akan datang lagi, bukan untuk mengancam, tetapi untuk memastikan janji ditepati. Hukum tidak boleh berhenti di meja rapat ia harus hidup di lapangan,” tegas pernyataan resmi FPH LUWU RAYA.



Tinggalkan Balasan