INDEKS MEDIA LUWU RAYA

Berita Luwu Raya Hari Ini

OPINI: Inflasi Sudah Rendah, Tapi Masalah Belum Selesai

Hidayat, aktivis filsafat di Kota Palopo (dok: indeksmedia)

Palopo — “Peredaran masa dan zaman senantiasa berlain dengan kehendak manusia. Di dalam kita tertarik dengan tertawanya, tiba-tiba kita diberinya tangis”. Kata Hayati dalam novel buya hamka ‘Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck‘. Hayati mungkin membuat kita rendah hati untuk menerima kefanaan. Di balik kabar gembira mungkin ada resiko.

Palopo mungkin punya kabar gembira. Tahun ini, menurut publikasi BPS Sulsel, Palopo menjadi daerah dengan inflasi terendah di Sulsel, sebesar 2,10 persen. Namun, kita harus jujur, kerja belum usai, masalah belum selesai. Meskipun inflasi rendah, kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi terbesar adalah kelompok makanan dan minuman, sebesar 4,93 persen.

Kelompok lainnya adalah kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,36 persen, kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,34 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,01 persen, kelompok transportasi sebesar 0,77 persen, kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 1,45 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 1,46 persen, serta kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 2,10 persen.

Sedangkan pada kelompok-kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga mengalami deflasi sebesar 0,22 persen. Apa dampaknya bila penyumbang inflasi terbesar adalah kelompok makanan dan minuman?

Inflasi yang didominasi oleh kelompok pengeluaran untuk makanan dan minuman, punya dampak terhadap seluruh lapisan masyarakat. Dampak yang sangat signifikan akan dirasakan oleh masyarakat yang porsi pengeluaran terbesar dari pendapatannya adalah makanan, yaitu kelompok miskin dan rentan.

Orang bisa tidak peduli dengan silang sengkarut perhitungan suara pemilu, tapi tidak dengan harga, terutama harga beras yang mengalami kenaikan. Kenaikan harga beras bisa sensitif. Pasalnya, hampir semua orang di Indonesia adalah konsumen beras. Satu-satunya hal di negeri ini yang semua orang setuju bahwa itu adalah masalah, adalah kenaikan harga beras. Dalam beras, semua orang punya kepentingan yang sama. Olehnya, masalah ini perlu perhatian.

Inflasi beras hampir terjadi di setiap wilayah di Indonesia, tak terkecuali di Kota Palopo. Menurut pimpinan cabang Perum Bulog Palopo, Mohammad Junaedy, bahwa harga beras di Kota Idaman sudah mencapai Rp 17.000 Per kilogram. Hal itu dikatakannya di palopopos.co.id. Kenaikan harga ini sangat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2023, harga beras tertinggi, Rp 14.000 per kilogram.

Opini ini akan fokus pada penyebab inflasi beras, dampaknya terhadap kelas berpendapatan rendah, dan apa kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah Kota Palopo dalam mengatasi masalah ini.

Penyebab Inflasi Beras

Salah satu penyebab dari fenomena inflasi beras adalah jumlah produksi beras yang mengalami penurunan, sementara di saat yang sama, jumlah permintaan terhadap beras, tetap. Dalam ekonomi mikro, kita tahu, bila jumlah barang yang tersedia lebih sedikit dari jumlah barang yang diminta, maka akan terjadi kelangkaan barang. Dalam kondisi ini, harga barang tersebut akan mengalami kenaikan. Berikut datanya;

Kota Palopo merupakan kota yang masih memproduksi komoditas pertanian, termasuk beras. Namun, jumlah produksi berasnya mengalami penurunan. Kita bisa lihat dari data berikut; jumlah produksi beras palopo adalah 16.806 ton pada tahun 2022, menjadi 16.410 ton pada tahun 2023. Akibat dari penurunan produksi, maka implikasinya, sumber pasokan beras untuk memenuhi permintaan beras di Kota Palopo, mau tidak mau berasal dari luar daerah tersebut. Masalahnya, hampir setiap daerah di Sulsel mengalami hal yang sama, yaitu penurunan produksi beras.

Publikasi dari BPS tentang Luas Panen dan Produksi Padi di Sulawesi Selatan 2023 (Angka Sementara), menunjukkan bahwa produksi padi dan beras di banyak kabupaten di sulawesi selatan, mengalami penurunan dari tahun 2022-2023. Dari 6 daerah penghasil beras terbesar untuk Sulsel yaitu Soppeng, Luwu, Sidenreng Rappang, Pinrang, Wajo, dan Bone, hanya Luwu yang mengalami peningkatan produksi. Dari tahun 2022 ke 2023, produksi beras untuk masing masing kabupaten tersebut yaitu ; Soppeng 292.200 ton menjadi 270.347 ton, luwu 277.365 ton menjadi 287.156 ton, Sidenreng Rappang 535.316 ton menjadi 502.652 ton, Pinrang 548.085 ton menjadi 467.149 ton, Wajo 797.934 ton menjadi 686.335 ton, Bone 915.979 ton menjadi 861.230 ton. Penurunan produksi beras di hampir setiap kabupaten di Sulsel ini, boleh jadi dipicu oleh fenomena alam, El nino.

Data di atas menunjukkan bahwa sumber pasokan beras untuk daerah-daerah di Sulsel, termasuk Kota Palopo mengalami penurunan produksi. Dalam kondisi ini, ada resiko bahwa daerah penghasil beras di Sulsel mengurangi impor berasnya ke daerah lain. Dalam game theory fenomena ini disebut dengan prisoners dilemma. Sederhananya, dalam keadaan setiap daerah kekurangan pasokan, maka setiap daerah memilih untuk tidak bekerja sama. Implikasinya, distribusi beras untuk daerah seperti Kota Palopo ikut turun. Harga beras, akhirnya mengalami kenaikan. Apa dampaknya terhadap masyarakat?

Dampak Inflasi Beras Terhadap Kelompok Berpendapatan Rendah

Kenaikan harga beras menunjukkan ruang kebebasan yang sempit bagi masyarakat berpendapatan rendah. Alasannya, beras adalah makanan pokok. Ia tidak bisa tidak dikonsumsi. Kemudian, beras relatif tidak memiliki substitusi. Ketika harga beras naik, masyarakat tidak punya pilihan untuk membeli barang lain sebagai pengganti beras.

Kita bisa bayangkan, ada barang yang mahal, tapi kita tidak punya pilihan, kecuali membelinya. Apa akibatnya, Kenaikan harga beras akan memukul daya beli masyarakat miskin. Dengan kata lain, inflasi beras akan meningkatkan beban pengeluaran masyarakat miskin. Jika dilihat dari data BPS tentang profile kemiskinan kota palopo 2023, jumlah penduduk miskin, sebesar 14.850 ribu jiwa, dengan garis kemiskinan sebesar 442.276/kapita/bulan. Jadi, dapat dibayangkan, sekitar 14.850 jiwa di kota palopo akan terdampak.

Di sisi yang lain, ada resiko kemiskinan bertambah. Saya teringat kalimat dari ekonom senior, Chatib Basri, dalam salah satu seminar, “porsi terbesar dari pengeluaran masyarakat berpendapatan rendah adalah makanan”. Hal ini mengasumsikan bahwa pendapatan masyarakat rentan miskin hanya cukup untuk mengkonsumsi makanan. Ia tidak punya kemewahan untuk memilih mengkonsumsi yang lain. Oleh karena itu, bila terjadi kenaikan harga makanan, khususnya beras, maka masyarakat rentan miskin akan mengurangi konsumsinya. Akibatnya, ada kemungkinan pengeluaran masyarakat akan menurun hingga berada di tingkat garis kemiskinan. Ini perlu menjadi perhatian serius. Apa yang bisa dilakukan pemerintah?

Langkah yang Bisa Dilakukan Pemerintah

Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal. Dari sisi permintaan, untuk menjaga daya beli, pemerintah fokus kepada perlindungan sosial. bukan hanya kepada masyarakat miskin, tapi juga masyarakat menengah kebawah (rentan miskin). Sebab sekali lagi, harga dapat mempengaruhi kelas rentan miskin untuk jatuh ke jurang kemiskinan. Dari sisi pasar, untuk mengintervensi harga, pemerintah mesti memastikan bahwa ketersediaan stok cadangan beras itu aman.

Dan saya kira pemerintah Kota Palopo telah menjamin ini. Mohamad Junaedy selaku pimpinan cabang bulog kota palopo mengatakan bahwa stok cadangan beras sebesar 7.000 ton. Namun, perlu agar tetap waspada. Sebab, intervensi pemerintah terhadap harga beras dengan cara menambah stok beras di pasar pernah dilakukan pada akhir tahun 2023. Sebanyak 40 ton beras di alokasikan pada dua pasar tradisional di kota palopo. hasilnya tidak begitu efektif. Harga beras pada tahun 2024, justru meningkat dengan harga mencapai Rp 17.000.

Dari sisi supply, pemerintah mesti memastikan kemudahan akses terhadap barang input pertanian seperti pupuk subsidi. Sebab, ada resiko harga pupuk dimainkan oleh oknum. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Menteri pertanian, arman sulaeman Ketika berkunjung ke Palopo.

Palopo mungkin punya pencapaian, tapi kita perlu menyadari kefanaan. Peristiwa ekonomi senantiasa berubah. Kita harus siap menghadapi segala resiko yang akan muncul.

Dalam hal kesiapan menghadapi resiko, saya ingat potongan kisah hayati dan zainuddin dalam novel buya hamka. hayati berkata “aku cinta akan dikau. Biarlah hati kita sama sama dirahmati tuhan. Dan saya siap menempuh segala bahaya dan sengsara yang mengancam.” “Matahari pun mulai bersembunyi di balik gunung singgalang. Dan dari sebuah surau di kampung nan jauh, kedengaran bunyi tabuh, diiringkan suara adzan, hayya alal falaah“. (*)

Penulis: Hidayat (koordinator Sopia Palopo) 

Disclaimer: indeksmedia.id tidak bertanggung jawab atas isi konten. Kami hanya menayangkan opini yang sepenuhnya jadi pemikiran narasumber.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini